Thursday 22 February 2018

Indon, Bangsa Penikmat Hoaks Bag III (tamat)



Menurut versi lain dari G30S (bukan versi propaganda ORBA) yang telah saya kutip di tulisan sebelumnya, terlihat jelas bahwa peristiwa G30S adalah peristiwa pemberontakan yang memang dirancang untuk gagal. Masih percaya bahwa PKI adalah dalang dari kerusuhan 1965? Saya sih tidak. Harus diakui bahwa propaganda puluhan tahun yang dilakukan Soeharto sukses besar, dan bekasnya masih sangat terasa sampai sekarang.

Kembali lagi ke topik awal, tidak sulit untuk menguasai mayoritas orang Indonesia, ini telah dibuktikan oleh VOC sejak ratusan tahun yang lalu. Politik adu domba atau yang lebih dikenal dengan sebutan devide et impera, sukses untuk menguasai Bangsa Indonesia selama lebih dari 3 abad. Dapatkan dan jaga kekuasaan dengan cara memecah kelompok besar menjadi kelompok-kelompok kecil agar lebih mudah ditaklukkan, dan bila perlu adu domba masyarakatnya, tidak perlu repot-repot menghunus pistol dan dihamburkan ke kepala orang-orang yang mau melawan, itu pemborosan, buat saja isu agar mereka sibuk perang sendiri antar sesamanya. 

Taktik seperti ini ternyata masih ampuh untuk diterapkan tiga abad kemudian, kejadian di Jakarta tahun 2017 di mana terjadi aksi massa yang menuntut Ahok diadili karena penisataan agama adalah contoh lainnya. Jika kita tidak bisa mendongkel lawan dengan cara positif, jatuhkan target dengan cara G30S-nya Orde Baru, ini efektif! Ajak massa untuk berbondong-bondong menjatuhkan Gubernur ini atas kasus penistaan agama, di mana video yang menjadi alat buktinya sudah diedit dahulu untuk mengesankan seolah-olah memang benar Ahok telah menodai Islam. Saya sendiri bukan pendukung Ahok, bukan juga Jokowi apalagi setya Novanto, saya termasuk orang yang apatis dengan politikus. Masih ingat saat Ahok mau maju lagi Pilkada Jakarta lewat jalur Independen? setelah target KTP terkumpul, dia malah maju lewat parpol, dan fans beratnya masih sibuk membela, wow.


Hanya ada beberapa level dari politikus yang bisa dipilih, Mendingan, Buruk, Lebih Buruk, Buruk Banget dan Soeharto.
Dalam periode aksi tersebut, muncul berita yang tidak kalah konyolnya, boikot Sari Roti karena mereka adalah antek kafir! Pemicunya sepele, pihak Sari Roti yang tidak mau ikut terlibat dalam kekisruhan merilis pernyataan bahwa mereka tidak terafiliasi dengan pihak manapun, mengenai produk mereka yang dibagi-bagikan secara gratis selama aksi, itu adalah sumbangan dari pihak yang tidak mau disebutkan namanya, pihak ini murni beramal atau ada kepentingan politis di belakangnya? Wallahu A’lam. Yang menarik, setelah pernyataan dari Sari Roti, orang berbondong-bondong untuk tidak membeli produk mereka, berbagai foto dukungan muncul dan pedagang roti keliling kena imbasnya selama beberapa minggu setelahnya.

Orang menginjak roti sebagai bentuk dukungan

Dari sini terlihat jelas bahwa kebencian mengalahkan logika, apapun yang berasal dari orang yang kita benci, sekalipun itu kebaikan, yang terlihat tetap merupakan keburukan.

Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS Al-Maaidah: 8).

Lalu apa hukuman yang adil untuk orang-orang yang telah terbukti menghina islam? 2 tahun, 5 tahun atau 20 tahun penjara? Atau hukuman mati? Apa pengadilan di Indonesia bisa berbuat adil? Dari kasus tabrak maut oleh anak artis dan menteri beberapa tahun yang lalu, bisa disimpulkan bahwa hukum di Indonesia itu impoten, ibarat ular king cobra yang sudah diambil bisanya, jadi tidak lebih dari cacing kremi yang kegedean. Sebetulnya Allah SWT telah mengisyaratkan hukum untuk kasus ini:

Dan apabila kamu melihat orang-orang memperolok-olokkan ayat-ayat Kami, maka tinggalkanlah mereka sehingga mereka membicarakan pembicaraan yang lain. Dan jika syaitan menjadikan kamu lupa (akan larangan ini), maka janganlah kamu duduk bersama orang-orang yang zalim itu sesudah teringat (akan larangan itu). (QS Al-An’am: 68).

Islam hanya mengajarkan umat muslim untuk meninggalkan orang tersebut sampai dia mengganti topik pembicaraannya. Apabila ada pihak yang mengangkat masalah ini menjadi sedemikian besar, hanya ada dua kemungkinan: 1. Fanatik buta tanpa tahu hukum-hukum islam; 2. Lawan politik dari tertuduh.

Umat yang cerdas adalah umat yang kritis, Islam mengajarkan tentang Tabayyun, cek kebenaran sumber berita sbelum kita mempercayainya, kalau berita itu hoax dan kita sebarkan? Dosanya akan terus mengalir selama ada orang-orang baru yang juga termakan isu tersebut dari berita yang kita sebarkan, Na’udzubillahimindzalik.

Tahun 2019 nanti, ada perebutan kekuasaan yang dilegalkan oleh undang-undang (Pemilu). Banyak kepentingan di sana, mengenai penganiayaan dan pembunuhan ustadz, penyerangan gereja dan sejenisnya, itu adalah bumbu yang disajikan oleh mereka yang ingin berkuasa. Mengangkat isu PKI untuk digoreng sampai matang untu kemudian disajikan ke masyarakat umum pada saatnya kelak.

Akhir kata, semoga kita menjadi manusia yang lebih cerdas, dunia hanya sebentar, Akhirat itu yang kekal.